* Sekapur Sirih *
RAYA PUBLIK. COM
Lumajang -- Fenomena !!!!
Melihat maraknya pesta wisuda dari tingkat TK sampai SMA. Miris! seakan-seakan berlomba-lomba buat acara paling gelamor. Dari sewa gedung, upacara adat, busana, sampai buket uang.
Seakan lupa bahwa tidak semua murid berasal dari keluarga mampu. Banyak diantaranya sampai ngutang demi menjaga rasa anaknya supaya sama dengan teman-temanya. Supaya sianak tidak minder.
Anak tetanggaku yang cewek anak SMP buat busana kebaya saja bisa sampai ngabisin 600 ribu, biaya rias 150, tambah konsumsi, total semua hingga 1,2 juta. Padahal biaya masuk sekolah lanjutan sudah didepan mata.
Tapi pihak Dinas atau sekolah seakan menutup mata dan mengiakan saja, Kalau tidak boleh dibilang menseponsori.
Padahal mereka dididik supaya punya kepekaan sosial dan solidaritas. Melihat teman sekelilingnya, sekiranya ada yang gak mampu sebaiknya jangan dilakukan.
Saya selalu pesan sama anak saya
"Jika kamu jajan, kalau mampu traktir semua teman-temanmu, tapi jika tidak jangan sekali-kali jajan sendiri. Jika yang lain tidak jajan kamu juga jangan". Saya ingin melatih kepekaan sosial dan solidaritas pada dirinya
Kalaulah mau mengapresiasi pencapaian anak. Oke lah buat acara intern keluarga, buat pesta 7 hari 7 malam atau kasih hadiah mobil jika mampu gak masalah. Tapi jangan disekolah didepan umum. Biarlah sekolah menjadi tempat yang egaliter. Semua terlihat sederajat tanpa ada sekat-sekat status sosial.
Ini adalah dunia pendidikan yang bukan hanya melatih anak kecakapan secara akademis tapi melatih kepekaan sosial dan kesederhanaan, sesuai dengan palsafah Pancasila, ini malah memperlihatkan pola hidup hedonis dan pamer. Seakan sekolah yang pesta wisudanya paling gelamor dan meriah itulah sekolah pavorit, urusan perestasi jadi no 27.
Serius! Sedih melihat dunia pendidikan saat ini anak kecil sudah pakai toga.(H)