H Bukasan, S.Pd, MM Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lumajang
RAYA PUBLIK.COM
Lumajang - Aktivitas penebangan hutan di Desa Burno Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang menjadi sorotan serius dari banyak kalangan, termasuk juga DPRD Lumajang.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lumajang H Bukasan, S.Pd, MM akhirnya angkat bicara, Ia menyampaikan bahwa banjir dan tanah longsor yang sering terjadi akhir-akhir ini disinyalir salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya hutan yang sudah gundul dan berubah fungsi.
“Banjir bandang di Ranu Pane misalnya, adalah fakta nyata bahwa telah terjadi ketidakseimbangan fungsi ekologi di kawasan tersebut”, ungkap politisi senior PDIP ini kepada awak media, Rabu (07-12-2022).
Menurut H Bukasan, penebangan pohon yang dilakukan dengan skala besar dengan alibi telah mengantongi surat dari kementerian dan masuk masa daur tebang dengan tidak memperhatikan kondisi lingkungan, itu menjadi salah satu faktor pemicu bencana. Sedangkan kalau rakyat mengambil rencek (ranting dan batang kayu kering, red), terancam bisa ditangkap dan diproses hukum.
“Mestinya Perhutani tidak menebang keseluruhan di petak 14H tersebut, harus dipertimbangkan juga kondisi geografis dan tekstur tanah di Burno. Apalagi dalam dua tahun terakhir terjadi cuaca ekstrim, tentulah dengan kondisi tersebut menjadi sangat membahayakan bagi lingkungan setempat dan masyarakat, sebab tanpa adanya pohon-pohon besar di hutan tersebut kemungkinan terjadinya tanah longsor menjadi lebih tinggi”, ujar H Bukasan.
H Bukasan juga menegaskan, harus ada langkah nyata dari pemerintah pusat dan daerah agar bencana tanah longsor dan banjir bisa diminimalisir. Setidaknya, tidak membiarkan Perhutani melakukan penebangan yang bertubi-tubi dengan skala besar. Apalagi, masyarakat juga sudah memberikan masukan, seperti yang terjadi di Desa Burno.
Di lain pihak, aktivis lingkungan Deddy Hermansjah yang juga sebagai Ketua LSM Raja Giri menyatakan, bahwa dirinya beserta jajaran pengurus LSM yang dipimpinnya tidak akan pernah berhenti untuk memperjuangkan keadilan ekologi.
“Dulu saya pernah menaruh harapan besar kepada Perhutani, sebagai sebuah badan usaha milik negara yang di dalamnya diisi banyak rimbawan hebat, yang diharapkan bisa dibanggakan karena mampu mengelola hutan tropis terbaik di dunia. Ternyata harapan saya itu salah”, kata Deddy.
Menurutnya, fakta adanya penebangan hutan bertubi-tubi di Burno dengan mengabaikan aspek ekologi dan juga melanggar komitmen yang telah dibangun bersama dalam implementasi program perhutanan sosial yang menjadi program andalan pemerintah saat ini serta tidak mengindahkan local wisdom setempat adalah contoh nyata bahwa perusahaan plat merah ini memposisikan diri sebagai lembaga superior.
“Faktanya, mereka (Perhutani KPH Probolinggo, red) berani mengingkari komitmen yang telah disepakati bersama dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di desa Burno. Entah apa yang mendasarinya, padahal perhutanan sosial merupakan salah satu program andalan Presiden Joko Widodo, malah dengan terang-terangan dan gagah berani mereka lawan”, ungkapnya.
Sudah saatnya, lanjut Deddy, pemerintah republik ini segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan badan usaha milik negara ini, masihkah ada manfaat baiknya terhadap keberlanjutan pembangunan kehutanan di Pulau Jawa dan Madura? Yang mana kedepannya juga harus mengemban tugas berat dan strategis, yaitu modernisasi ekologi dimana pertumbuhan ekonomi dapat direkonsiliasikan dengan kelestarian ekologis serta kepentingan sosial budaya.
“Rimbawan sejati itu memposisikan ekologi sebagai panglima, dipastikan bukanlah rimbawan jika ekologi hanya sekedar dijadikan jargon”, tandasnya. (H)