Perhutani Melakukan Tebangan Bertubi-tubi Abaikan Fungsi Ekologi

RAYA PUBLIK.COM
Lumajang - Abaikan fungsi Ekologi, Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Senduro Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Probolinggo Jawa Jawa Timur melakukan penebangan hutan di petak 14 H dengan luasan yang di tebang 12,50 Ha , jenis Pohon Damar dan jumlah Pohon yang di tebang 1.427 pohon yang masuk di wilayah desa Burno Kecamatan Senduro. Penebangan pohon yang lokasinya berada di pinggir jalan menuju desa wisata wisata Ranu Pane tersebut membuat masyarakat khawatir, terlebih di kemudian hari nanti musim hujan tiba.

Adi, warga desa Burno Kecamatan Senduro, mengatakan, dirinya serta beberapa warga lainnya mengaku khawatir dengan dampak penebangan tersebut, ancaman bencana banjir menghantui sebagian besar warga, karena hal itu bisa saja terjadi saat musim hujan yang akan datang, dan ketika musim kemarau tiba juga bisa terjadi kesulitan air, karena sumber mata air yang selama ini dikuatkan oleh hutan setempat debitnya mengecil.

“Semoga saja tidak terjadi. Kami menjadi khawatir karena Perhutani telah berkali-kali melakukan tebangan di hutan Burno, sedangkan reboisasi yang dilakukan setelah tebangan tidak ada yang berhasil tumbuh dengan baik”, kata Adi kepada Raya Publik, Rabu (05/10/2022).

Kegiatan penebangan hutan yang bertubi-tubi di desa Burno tersebut juga mendapatkan perhatian serius dari Deddy Hermansjah, aktivis lingkungan hidup dan kehutanan yang juga sebagai Ketua LSM Raja Giri Lumajang. Menurutnya, pengelolaan hutan haruslah berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan hutan lestari harus menjaga keseimbangan antara tiga pilar utama, yakni: ekologi, ekonomi dan sosial budaya. 

“Jika melihat kondisi di lapangan, penebangan hutan di desa Burno yang dilakukan secara masif oleh Perhutani jelas telah mengabaikan fungsi ekologi, karena faktanya pasca kegiatan-kegiatan tebangan sebelumnya, Perhutani tidak pernah berhasil melakukan reboisasi”, ungkapnya, Kamis (06/10/2022).

Ia juga menambahkan, “Perhutani itu kalau nebang kayu hutan seperti melakukan aktifitas di tanah milik moyangnya sendiri, keuntungan hasil penjualan kayunya sebagian besar pasti masuk di kas perusahaanya. Coba lihat saja nanti jika terjadi bencana, entah itu banjir, tanah longsor atau kekeringan, mereka akan cuci tangan dan lari dari tanggung jawab. Yang jadi korban ya lingkungan dan masyarakat, sementara mereka (karyawan Perhutani, red) tetap bisa tidur nyenyak dengan perut kenyang menikmati gaji dari hasil penebangan kayu hutan tersebut”.

“Jadi kalau selama ini digembar-gemborkan bahwa Perhutani peduli terhadap kelestarian hutan guna menjaga keseimbangan ekologi, itu palsu!”, tandas Deddy.

Wartawan media ini sudah meminta konfirmasi kepada Ida Jatiana Administratur Perhutani KPH Probolinggo, sampai berita ini diterbitkan yang bersangkutan belum memberikan jawaban. (H)
Reactions